PARIWISATA BALI YANG MENSEJAHTERAKAN, APA PERLU REKLAMASI?

Oleh : I Made Bayu Wisnawa


Bali memang selalu identik dengan pariwisata, seni dan budaya. Tidak salah jika orang ingin menemukan surga dunia, pasti memilih untuk datang ke Bali. Keberadaan Bali sebagai icon pariwisata Indonesia, dan berbagai predikat yang ditujukan pada Bali sebagai island of paradise,  The Last Paradise, The Island of Peace, Pulau Cinta, Pulau Sorga, hingga Pulau Magis memang merupakan sebutan yang  sangat tepat. Keunikan dan keramahtamahan penduduk Bali membuat Bali semakin diminati, dikunjungi dan dijadikan tempat untuk berinvestasi.

Hal tersebut merupakan sebuah anugrah bagi penduduk Bali, Bangsa Indonesia, dan seluruh bangsa-bangsa di dunia. Oleh karenanya, perhatian dan kepedulian kita terhadap kelestarian Bali sebagai  destinasi wisata internasional harus tetap dijaga dan ditingkatkan demi mewujudkan Bali yang lestari, dimana kedepannya pariwisata yang dikembangkan di Bali mampu menjadi berkat bagi generasi penerus di masa datang. Bukan sebaliknya, jangan sampai pariwisata menjadi biang kehancuran dan kepunahan Bali.


Salah satu kondisi terkini yang terjadi dalam pengembangan kepariwisataan di Bali adalah rencana reklamasi Teluk Benoa. Sampai saat ini, pro dan kontra masih terjadi di kalangan stake holder pariwisata di Bali. Pendukung reklamasi memiliki argumen bahwa reklamasi atau revitalisasi adalah upaya untuk menambah luas areal lahan untuk dapat digunakan sebagai aktivitas ekonomi yang mensejahterakan masyarakat. Hal ini di dasari atas pertimbangan bahwa Bali adalah sebuah pulau kecil, sementara kebutuhan akan lahan semakin besar. Dengan dilakukan reklamasi, dengan mega proyek pariwisata di dalamnya, diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja di  bidang pariwisata. Pada intinya reklamasi akan dapat mensejahterakan masyarakat Bali. Sebagai pembanding, reklamasi juga dilakukan di Singapura, Jepang, dan  tampaknya reklamasi di negara tersebut dianggap mampu menjawab kebutuhan masyarakat di sana untuk melaksanakan pembangunan.Link dari kelompok Pro Revitalisasi-Reklamasi

Disisi lain, masyarakat yang kontra reklamasi beranggapan bahwa reklamasi dianggap merusak lingkungan, biang terjadinya abrasi, banjir  dan dampak memiliki dampak negatif baik jangka pendek dan jangka panjang. Konsep pemikiran yang mendasari ditolaknya reklamasi adalah Bali pulau yang kecil, dengan daya dukung yang sangat terbatas. Bali dengan luas 5.636 km2 dengan penduduk ideal sebanyak 2,4 juta jiwa, saat ini sudah dihuni 3 juta jiwa belum termasuk jumlah wisatawan yang datang ke Bali dengan rata-rata 2 juta orang per tahun. Artinya, Bali sudah penuh, sesak tidak perlu lagi dikembangkan pariwisata yang bersifat massal dengan pembangunan faslitas mega proyek yang banyak menyerap sumber daya. Hal lain yang mendasari ditolaknya reklamasi, karena dilakukan di wilayah Bali Selatan yang sudah sangat jenuh dengan aktivitas pariwisata. Belum dilakukan reklamasi saja sudah sering terjadi kemacetan, kekurangan sumber air bersih, kebanjiran, abrasi pada pesisir pantai timur Pulau Bali. Terlebih lagi investor yang bermain pastilah yang memiliki modal sangat besar, sementara investor lokal pasti akan tersisih. Akibatnya keuntungan akan lari ke luar Bali. Berikut pandangan yang kontra reklamasi/revitalisasi



Memang sudah saatnya pengembangan kepariwisataan di Bali mengarah pada Quality Tourism, dengan wisatawan yang berkualitas, length of stay yang lama, spending money yang tinggi. Sudah saatnya konsep mass tourism  ditinggalkan, karena Bali memang sudah tidak membutuhkannya lagi. Pemerataan pendapatan melalui pengembangan pariwisata jauh lebih penting daripada memaksakan diri untuk membangun fasilitas-fasilitas pariwisata yang mengandalkan investor asing. Sehingga kedepannya memang betul terjadi bahwa pariwisata untuk Bali, bukan Bali untuk pariwisata, dimana generasi penerus hidup lebih sejahtera di Pulau Bali yang lestari.


EmoticonEmoticon